Kemungkinan Besar Awal Ramadhan Tahun Ini Bakal Berbeda-beda, Mengapa?
KOMPAS.com — Perbedaan permulaan bulan Ramadhan kemungkinan besar akan terjadi lagi pada 1435 Hijriah atau 2014 Masehi.
Hal itu diungkapkan oleh Hakim L Malasan, dosen astronomi di Jurusan Astronomi, Institut Teknologi Bandung.
Perbedaan terjadi sebab adanya dua paham dalam penentuan awal Ramadhan, atau secara umum awal kalender Hijriah.
Metode pertama mendasarkan pada perhitungan astronomis dan matematis,
disebut hisab. Cara kedua adalah berdasarkan visibilitas
atau penampakan
hilal atau bulan baru, disebut rukyat.
Kriteria hisab
sebelumnya disebut kriteria wujudul hilal. Muhammadiyah adalah
organisasi massa yang menganut prinsip ini. Dengan cara ini, bulan baru
ditentukan hanya dengan perhitungan.
Dalam perkembangannya, ada
kriteria hisab imkan rukyat yang disusun oleh tim Rukyatul Hilal
Indonesia (RHI) sebagai upaya menyatukan perbedaan antara hisab dan
rukyat.
Hakim mengatakan, perbedaan permulaan Ramadhan tahun ini didasarkan pada kemungkinan hilal untuk diamati.
Hakim mengatakan, "Tanggal 27 Juni petang, jarak antara tenggelamnya Bulan dengan Matahari cuma 3 menit."
Saat bulan baru, Matahari, Bumi, dan Bulan terletak pada satu garis
lurus. Bulan dan Matahari tenggelam pada waktu yang hampir bersamaan.
Bagi pihak yang menganut wujudul hilal, permulaan puasa sudah bisa
ditetapkan, yaitu pada 28 Juni 2014 sebab dasarnya hanya perhitungan.
Muhammadiyah pada Senin (16/6/2014) telah menyatakan bahwa puasa dimulai pada 28 Juni 2014.
Namun, bagi pihak yang menganut imkan rukyat, awal puasa sulit
ditetapkan pada tanggal itu. "Karena jaraknya cuma sebentar, maka
pengamatan hilal akan sulit," katanya.
Cahaya Matahari terlalu
menyilaukan sehingga pengamat di Bumi cenderung kurang sensitif dalam
melihat bulan baru yang berbentuk sabit supertipis.
"Jadi mereka yang mendasarkan pada imkan rukyat akan menyatakan bahwa Ramadhan jatuh pada 29 Juni 2014," jelas Hakim.
Pada 18 Juni 2014 petang, jarak tenggelamnya Bulan dan Matahari sudah cukup lama, sekitar 1 jam.
Hakim mengungkapkan, teknologi sebenarnya bisa menyelesaikan
permasalahan perbedaan awal puasa, misalnya dengan teleskop yang lebih
canggih atau astrofotografi.
Namun, yang lebih dibutuhkan
adalah kemauan untuk mengubah pandangan dan keterbukaan sehingga awal
ibadah puasa dan hari raya Idul Fitri bisa disatukan.
Menurut
Hakim, menoleransi perbedaan saja tidak cukup. Pemerintah perlu berperan
sehingga awal ibadah dan hari raya sesama umat bisa disatukan.
https://www.facebook.com/pages/Geografi-for-education/364347966998504?fref=nf
Ilmuwan NASA Klaim Tahu Keberadaan Alien
9 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar