KOMPAS.com - Pembangunan infrastruktur vital di Indonesia belum memperhitungkan risiko bencana alam. Selain rencana pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta di Pantai Glagah, Kulonprogo, yang berada di zona tsunami, 16 bandara lain juga rentan terdampak bencana alam.
”Enam belas bandara di zona rentan tsunami dan tidak menunjukkan upaya pengurangan risiko bencana,” kata Abdul Muhari, peneliti Indonesia di International Research Institute of Disaster Science (IRiDES), di Jakarta, Minggu (15/6/2014).
Penelitian Muhari, ke-16 bandara rentan terdampak tsunami itu di antaranya Bandara Binaka Gunungsitoli (Pulau Nias), 800 meter dari pantai. Bandara Internasional Minangkabau (Padang) berjarak 500 meter dari pantai. Bahkan, Bandara Ngurah Rai (Bali) dan Bandara Ende (Flores) persis di tepi pantai (lihat tabel).
Peta Kawasan Rawan Bencana Gempa dan Tsunami Indonesia menunjukkan, lokasi sejumlah bandara rentan terdampak tsunami. Nias dilanda gempa besar pada 2005 disusul tsunami. Padang berpotensi tsunami dari gempa di Subduksi Mentawai karena tumbukan lempeng Eurasia dengan Australia. Adapun Bali dan Ende terancam tsunami dari zona subduksi tumbukan lempeng Eurasia dengan Australia.
Banyaknya obyek vital di zona bencana itu, menurut Direktur Pengurangan Risiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan, menunjukkan, pengurangan risiko bencana belum jadi arus utama pembangunan nasional. ”Setiap pembangunan fasilitas publik seharusnya diarahkan di wilayah aman dari bencana untuk menghindari korban jiwa dan kerugian,” kata dia.
Sebelumnya diberitakan, rencana lokasi bandara baru Yogyakarta di Pantai Glagah berpotensi dilanda tsunami setinggi hingga 9 meter. Pemerintah berencana membangun tanggul di pinggir pantai untuk menanggulangi tsunami (Kompas, 12/6/2014).
Solusi pembangunan tanggul itu dinilai sejumlah ahli tsunami, seperti Widjo Kongko dan Gegar Prasetya, tidak akan efektif. Menurut Muhari, tak ada satu jenis struktur pun yang secara sempurna menahan tsunami jika ketinggiannya 5 meter lebih. ”Satu-satunya jalan kombinasi dari beragam infrastruktur,” kata dia.
Dampak ikutan
Selain dampak langsung yang bisa melumpuhkan bandara, menurut Muhari, yang perlu diwaspadai adalah dampak ikutan pembangunan obyek vital. Pembangunan infrastruktur, seperti bandara, akan menarik aktivitas ekonomi sampai radius minimal 2,5 km dari bandara. Jika ada bandara baru, akan ada hotel baru, disusul permukiman, pasar, hingga supermarket.
”Jika itu terjadi, pembangunan tanggul pantai yang ditujukan melindungi bandara akan sia-sia. Sebab, aktivitas masyarakat akan tersebar di sepanjang pantai yang tak terlindungi,” kata Muhari.
Perkembangan berbeda ditunjukkan di Sendai, Jepang. Meskipun Bandara Sendai diterjang tsunami 2011, bandara tak akan dipindah. Namun, masyarakat dan aktivitas ekonomi di sekitar bandara direlokasi. Setelah tsunami Sendai, Jepang mengosongkan area sekitar yang rentan tsunami dari hunian. ”Tersisa bandara saja,” kata dia.
0 komentar:
Posting Komentar